Semenjak dibukanya akses modal asing diindonesia oleh rezim soeharto, kemajuan dari segi kesejahteraan rakyat masih minim. Bahkan, pengangguran serta angka kemiskinan kian meningkat dalam setiap periodenya. Mungkin ketika kita melihat beberapa data yang ditampilkan oleh beberapa media (yang secara kapasitas pro-modal) angka kemajuan Negara kita dikatakan/diumumkan meningkat, hanya karena mampu mencapai kesepakatan bilateral yang diprogramkan oleh penguasa. Kesepakatan-kesepakatan dalam bentuk kerja-sama modal hingga kerja-sama sektoral menjadikan rakyat semakin terilusi dengan berbagai bentuk kemajuan ala-borjuasi ini, yang mana jika dilihat realitanya rakyat semakin terpuruk dengan keadaan Negara yang tanpa dimiliki rakyat (Neo-Liberalisme;Red).
Seorang mantan Djendral Militer Angkatan Darat (Soeharto;Red) pada kekuasaannya, membangun sebuah konsepsi Negara, sebuah sistem politik yang pro-modal asing. Sebuah sistem yang berbeda istilah dari penjajahan ala-kolonialisme dengan penjajahan gaya baru dengan konsep pasar bebas;Neoliberalisme. Sistem yang mengantarkan rakyat untuk menjadi mesin/pekerja dari seorang pemodal yang tak lain adalah jelmaan dari sebuah penindas dan penghisap rakyat dan alamnya.
Kekuasaan Rezim Soeharto dikenal sebagai Era Orde Baru, Era dimana sebuah Negara katanya dibangun (anggapan beberapa orang), Era dimana darah rakyat banyak mengalir sia-sia (Pembantaian PKI & Aktivis), Era dimana rakyat tak memiliki Haknya, dan Era dimana awal-mulanya Negara Indonesia ini menjadi sarang penyamun yang semraut carut-marut.
Beberapa product hukum banyak dimunculkan dalam kepentingan pengamanan atas kemauan penguasa orde-baru ini (Soeharto) yang juga telah terintervensi para borjuasi serta corporate-corporate asing yang mengincar potensi Kualitas dan kuantitas SDA serta SDM yang mampu dikontrol melalui kekuasaan sang-mantan djenral AD pada waktu itu. Sehingga untuk menjaga agar stabilitas capital-way Si-asing lancar dan tanpa hambatan, rezim soeharto pada waktu itu membuat sebuah sistem kekuasaan yang sulit untuk ditumbangkan. Tentunya sang djenral tidaklah sendiri dalam membangun sistem ini, sang djenral juga dibantu & disokong oleh Negara borjuis melalui perangkatnya (diantaranya CIA, IMF dsb) sehingga sistem ini berhasil dan dijalankan dinegara kita HINGGA SAAT INI.
Keberhasilan rezim soehato ini merupakan bentuk hegemoni (Ilusi Kesadaran) melalui dalih pembangunan infrastruktur yang masif juga bantuan-bantuan pemerintah sehingga membuat rakyat terbuai oleh ilusi-ilusi tersebut. Tak hanya itu, rakyat juga dibuat benci terhadap sebuah paham/ideology Marxisme-Leninisme melalui sebuah scenario sejarah G-30S-PKI yang dibentukkan dalam sebuah media visual dan dijadikan sebagai FILM WAJIB NASIONAL (yang wajib ditonton oleh rakyat secara keseluruhan) hingga memunculkan prospek Anti-Komunis dikalangan massa rakyat.
Blackpropaganda terhadap komunisme (Marxis-Leninis) ini adalah demi kepentingan membangun kebencian rakyat pada paham komuisme tersebut yang mana Komunisme (Marxis-Leninis) ini. Sebab paham komunis (marxis-leninis) mengajarkan rakyat untuk membangun kekuasaannya (Merdeka Yang Sebenarnya) dan membangun industrialisasi kolektif yang dikontrol oleh rakyat. Karena dalam sejarahnya, diindonesia komunis dengan alat politiknya (Partai Komunis Indonesia;Red PKI) merupakan salah satu basis terbesar, bahkan sang proklamator presiden pertama Djenral Besar Revolusi Indonesia Ir.Soekarno berkoalisi dengan partai tersebut. Hingga kemudian para borjuasi yang mengincar Indonesia dan isiannya ini merasa terancam dengan program-program kerakyatan Soekarno dan PKI, Si-asing dan borjuasinya ini memilih Djendral Soeharto dari AD untuk ditarungkan dan didorong untuk menumbangkan rezim soekarno yang mengancam arus modal asing yang pada waktu itu sedang mencoba bangkit dari krisis kapitalismenya.
Indonesia, yang pada waktu itu rakyatnya masih dalam fase/pengaruh budaya Feodalisme-nya menjadikan jalan perebutan kekuasaan oleh Djenral Pro-Modal Asing ini semakin lancar dengan sebuah konsepsi atas blackpropaganda pernyataan soekarno akan landreform (tanah untuk seluruh rakyat). Sang djenral soehartopun membuat sebuah scenario konflik agar rakyat membenci soekarno dan koalisinya PKI (yang mendukung gagasan landreform) sehingga rakyatpun terhasud dan mencoba menumbangkan rezim kekuasaan soekarno dan menggantikannya dengan rejim soeharto yang memang sudah disiapkan.
Dan ketika soeharto berkuasa, rezim kekuasaan soeharto merombak seluruh konstitusi serta mengganti kebijakan (undang-undang) yang Anti-Modal asing dengan Kebijakan Pro-Modal Asing seperti Mengeluarkan UU PMA (Undang-undang Penanaman Modal Asing) yang menjadi pintu gerbang serta legalitas negara bagi para pemodal asing untuk menguasai potensi SDA.
Masuknya Modal Asing keindonesia dimasa Rezim soeharto menjadi awal mula kesengsaraan bagi rakyat yang baru saja merasa merdeka, rakyat yang merasa mengannggur dan berada dalam tekanan ekonomi memperkerjakan diri pada pemodal-pemodal yang mulai masuk. Bahkan para petanipun yang memiliki tanah juga dihasut agar menjual lahannya pada pemodal agar dijadikan lahan produksi bagi industry yang akan dibangun oleh borjuasi/pemodal. Dari sini pulalah sistem politik upah murah semakin ditekan dan diberlakukan oleh para pemodal ini, juga semakin disokong oleh rezim soeharto melalui perangkat Negara hingga militer memiliki kekuasaan politik dan mempunyai kuasa atas kondisional yang berdampak pada diamnya rakyat hingga takut untuk berjuang.
Seluruh sistem politik kekuasaan Rejim Soeharto hingga kini masih diberlakukan dan bahkan semakin diperburuk oleh para elit-politik borjuasi yang haus kekuasaan, walaupun sosok tokoh dari era orde baru tersebut sudahlah tumbang dan tiada didunia. Namun sistem politiknya masihlah berlaku dan bercokol, hingga kemudian rakyat sendiri yang harus menyadarinya.
Karena Politik Orba Bukan Sekedar Soeharto, Politik Orba Bukan Sekedar Militer Dan Kekuasaan Partai Beringin. Namun Politik Orba Adalah sebuah sistem politik;Rezim Upah Murah, Rezim Neo-Liberalisme, Rezim Perampas Tanah Rakyat, Rejim Represif, Rejim Kekerasan Seksual, Rejim Anti-Demokrasi dan Kekuasaan Yang Anti-Kesejahteraan Rakyat.