MARSINAH – SARINAH ; PERJUANGAN KITA

Oleh : Daeng Asbar


Kala itu umurku masih teramat muda untuk tau kondisi bangsa ini aku masih terlalu polos membaca buku-buku sejarah hingga tak sadar jika dibodohi masih terlalu lugu untuk tahu tentang tragedi yang menapaki bangsa sok yang suci dan diposisiku kala itu, aku terlalu labil berkata PKI itu jahat dan Indonesia diselamatkan oleh Soeharto cs yang perlawanannya diberkahi aku tidak tahu, jauh sebelum aku lahir ada yang mati atau tepatnya banyak yang dibunuh dan mayatnya dibuang begitu saja aku tidak tahu, bahwa Soeharto dengan Pemerintahannya yang aku Banggakan itu dibangun dari nyawa petani, buruh… nyawa segenap kaum yang menyerukan semangat kemanusiaan, segenap kaum yang konsisten memperjuangkan cita-cita bangsa, Sosialisme Indonesia aku tidak tahu semua itu, tidak tahu jika sebenarnya tetanggaku bisa menghentikan rengekan anaknya setiap malam yang meminta perlengkapan sekolah, andai saja kebun mereka tidak diserang gagal panen gara-gara aktivitas tambang yang dilahirkan lewat prestasi Soeharto yang menjual hutanku kepada Perusahaan asing yang kemudian menjarah kekayaan alamku dengan memakai tangan orang-orang sekampungku dengan upah kerja yang ternyata amat sangat tidak seberapa aku tidak tahu itu, buku yang kubaca, kupelajari ternyata terlalu suci untuk menjelaskan hal kotor itu. keluargaku terlalu patuh hingga tak mampu mengajarkanku tentang perlawanan. guru-guruku barangkali terlalu takut sekolah yang berdiri diatas tanah bapakku dirobohkan hingga tak sungkan memberikan angka sempurna di raportku tak perduli aku mengerti atau tidak yang ia ajarkan. Itulah cerita singkat tentang pendidikanku yang hanya menuntut hasil akhir dengan selembar ijazah hingga lupa mendidikku menjadi manusia seutuhnya itulah aku dengan pengalaman kecil yang mengantarkanku berdiri ditempat ini sekarang. Tempat yang mengajarkanku tentang kehidupan yang lain diluar dari untaian kalimat indah pada kitab suci, kehidupan yang penuh kebahagiaan layaknya film televisi, atau untaian kata para motivator yang penuh janji tentang kehidupan yang akan berakhir dengan bahagia dan sejahtera bahkan juga acara reality show yang menggambarkan potret kemiskinan si “ mbah “ yang akhirnya mendapatkan pertolongan lewat kebaikan pengusaha atau politikus, kebaikan yang sangat luar biasa. Semua berbeda disini… disinilah aku belajar tentang bagaimana mencintai kehidupan. salah satunya adalah yang sekarang aku lakukan ini, 8 Mei seorang buruh perempuan dinyatakan meninggal setelah diculik lalu diperkosa dan dibuang dijalanan, dialah Marsinah. namanya tak setenar Kartini yang menuliskan tentang emansipasi wanita, ia juga tak setenar Megawati, anak perempuan Bung Karno yang menjadi Presiden perempuan pertama di-Indonesia.. ah, aku merendahkan Marsinah, membandingkannya dengan Megawati. Marsinah, seorang buruh perempuan yang membuka mataku tentang arti dari perjuangan yang sesungguhnya, perjuangan yang tak memandang siapapun, perjuangan yang hanya memandang kelas; kaum pemodal sebagai penguasa dan kaum pekerja sebagai hamba sahaya. riwayat Marsinah juga meluruskan pandanganku tentang perempuan,aktifitas hidupnya dan kewajibannya sebagai bagian dari rakyat sebuah bangsa. sebelum tahu siapa itu Marsinah, aku sudah bertemu dengan salah seorang perempuan yang juga luar biasa, bercengkrama dengannya meski hanya lewat kisahnya yang diabadikan dalam buku yang sederhana. ia memanglah hanya bisa memberikan wejangan namun itu mampu memberikan sumbangsih luar biasa dalam perjalanan bangsa ini. dialah Sarinah. seorang perempuan yang mengabdikan diri mengasuh Soekarno kala kecil ( Presiden Pertama RI ). dari Sarinah, Soekarno mendapatkan banyak hal, tidak hanya tentang dongeng-dongeng sejarah tetapi ia juga mendapatkan sokongan semangat bahwa ia harus menjadi pemimpin kelak agar apa yang Sarinah sampaikan bisa ia laksanakan. Sarinah dalam pengabdiannya mengasuh Soekarno mengajarkan tentang gambaran kehidupan yang sungguh tidak adil. potret Sarinah memperlihatkan bahwa Harapan dan Kenyataan tidak selamanya bisa terjadi bahkan jarang untuk bisa bertemu, dan rakyat akan menemukan itu karena zaman yang terus bergerak, batu yang dulu dipakai berburu sudah berganti menjadi mesin-mesin yang canggih, alat produksi hingga hasil produksi akan semakin di jaga demi tercapainya proses akumulasi, dan akhirnya rakyat akan merasakan akibat dari proses pengakumulasian, terasingnya manusia dalam kehidupannya, itulah yang akan terjadi. dituntut untuk terus bekerja, dengan hidup yang seolah tidak memiliki pilihan, maka bekerja meski dengan upah yang tak seberapa akan ia lakoni. itu yang diajarkan Sarinah, dan itu yang membuat Soekarno kemudian amat menggemari persatuan dan meletakkan cinta-nya pada kemanusiaan dengan tujuan merobohan sekat pemisah antara harapan dan kenyataan tersebut. Marsinah dan Sarinah dua perempuan yang memiliki cara pandang yang sangat maju, meskipun dipisahkan oleh rentan waktu yang jauh dan kisah kehidupan yang berbeda namun mereka tetap membuktikan dan mampu menjelaskan tentang ketidakadilan. Marsinah menjelaskannya lewat perjuangan menuntut pemenuhan haknya bersama kawan-kawan buruh lainnya dengan melawan hingga ia terbunuh sedangkan Sarinah menjelaskan ketidakadilan dengan cara mengulas tentang hak-hak kemanusiaan yang mengalami pengekangan oleh faham/adat tua serta sistem yang terus menghisap manusia yang berangkat dari itu semua kemudian mengajarkan kehidupan dengan dasar cinta kepada Soekarno. baik Marsinah maupun Sarinah, satu hal yang bisa kita ambil dari api kisah mereka yaitu, Sarinah dengan tatanan masyarakat pada zamannya yaitu sebelum kemerdekaan dan Marsinah dengan masyarakat yang berada dalam zaman setelah merdeka bahkan di pemerintahan yang kedua setelah pemerintahan yang pertama diturunkan karena dianggap gagal, ternyata masih hidup dengan corak yang sama. mereka sama-sama perempuan, dan mereka sama-sama menjadi kaum yang paling tertindas. Sarinah sebagai perempuan yang notabene adalah bagian dari masyarakat yang diikat oleh satu sistem lebih memilih mengabdikan diri mengasuh seorang anak meski tidak mendapatkan bayaran. Ia memilih itu daripada menjadikan dirinya sebagai budak tuan feodal atau budak dari penjajah sedangkan Marsinah memilih untuk melawan aturan di perusahaan tempat ia bekerja, memilih untuk tidak berkompromi atau menghindar dari kenyataan hidup yang diakibatkan oleh sistem, meskipun ia tahu bahwa dengan siapa ia akan berhadapan. Sarinah mewariskan semangat persatuan, cinta dalam nilai kemanusiaan dan anti penindasan terhadap Soekarno, sedangkan Marsinah menjadi korban dari persatuan yang dikhianati, menjadi korban dari cinta yang disalahartikan serta nilai kemanusiaan yang diburamkan, menjadi korban dari penindasan. Bentuk-bentuk yang Marsinah terima itulah yang dipertontonkan pasca Soekarno turun dari kursi pemerintahan dan digantikan oleh Soeharto. Dan hingga sekarang ini, potret tersebut masih terus diperlihatkan meskipun dibungkus dengan sedemikian rapi. Masih ada banyak Sarinah-Sarinah maupun Marsinah-Marsinah di negeri ini. Satinah salah satunya, seorang perempuan Indonesia yang tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang layak dinegerinya sendiri yang penuh kekayaan berlimpahpada akhirnya harus bekerja ditanah orang, dengan harapan pulang mendapat uang namun sayang, siksaan majikan, jeruji penjarah,serta ancaman hukum pancunglah yang ia dapatkan. Belum lagi jika kita bicara tentang betapa mirisnya kehidupan para buruh di negeri ini. Perbudakan modern diterapkan kepada mereka oleh para perusahaan besar yang disahkan tindakannyaoleh pemerintah. Cara meminta kenaikan upah harus dilakukan dengan cara demonstrasi yang bisa langsung kita tangkap gambarnya bahwa sungguh kejam negeri ini terhadap kaum pekerjanya, membiarkan mereka bekerja dibawah tekanan targetan produksi perusahaan tapi diabaikan kebutuhan atau hak-hak hidupnya. itulah sedikit yang aku tahu tentang dunia yang kita tempati sekarang. dunia yang diatur pengelolaannya, dikavling kekayaan alam serta segala assetnya oleh segelintir orang saja. dunia yang menempatkan adanya kelas; atas yang pastinya menindas kelas bawah atau kelas minoritas menghisap keringat kerja dari kelas mayoritas. untuk kita semua yang sadar dengan hal itu, tak ada alasan untuk berpaling atau menjauh dari pertentangan yang nyata itu. apakah kita yang menjadi kaum terdidik rela menghabiskan usia muda kita menuliskan tugas sekolah/kuliah dengan harapan lulus lalu mendapatkan pekerjaan, dan setelah itu bekerja hingga umur 60 tahun, kemudian pensiun lalu menghabiskan masa tua bersama keluarga dengan berharap kepada uang pensiunan yang tak seberapa bahkan belum tentu bisa membayar obat apalagi kamar rumah sakit jika sakit melanda. dan begitupun ceritanya ketika kita yang mengaku kaum sadar kemudian menitipkan hak, mempercayakan perubahan kepada elit politik sekarang. kita harus menyudahi bercerita tentang dunia yang penuh dengan imajinasi. kebahagiaan apa yang kita dapat saat mengabdikan separuh kehidupan kita dalam sehari untuk bekerja, dan perubahan apa yang hendak kita capai ketika menitipkan nasib kepada elit politik; kepada Jokowi, Prabowo atau siapapun juga. Wiji Thukul mengucapkan 1 kata yang singkat, sederhana tapi penuh dengan jutaan harapan, kekuatan dan keyakinan. Wiji Thukul berkata “ LAWAN “. dan itulah yang ditakuti oleh Soeharto. sekarang apa yang kita tunggu, memilih menjadi budak atau kita bangkit dan menyerukan; LAWAN !!! dipenghujung coretan ini, aku ingin mengajak kawan semuanya, ayo kita rapikan barisan kita, kita sulut api juang Marsinah agar ia menyala dan membakar siapapun yang melawan kekuatan rakyat. kita rajut kembali harapan-harapan dari Sarinah agar ia kemudian menjadi kenyataan-kenyataan baru; semua itu akan mampu terjadi hanya dengan Persatuan yang didasari oleh kemanusiaan yang telah dijejali dengan Cinta. Sulut Api juangmu, kita bakar segala yang menghalangi harapan kita menjadi kenyataan. kirimkan salam kepada pak tani yang memegang arit disawah dan para buruh di paberik yang memegang palunya, sampaikan bahwa jangan patah asa tentang kehidupan yang sejahtera karena kita harus terus melawan dan memenangkan perjuangan. Mari serukan tentang persatuan, mari kita serukan tentang alat politik kita sendiri, mari kita serukan kepada siapapun agar ikut bertukar gagasan tentang pilihan-pilihan Alternatif. Kami adalah barang yangtak juga terlalu lama tapi terus diperbaiki dipersolek sementara Kita adalah barang yang sudah usang dan tetap dibiarkan di dalam peti. fahami katanya, resapi makna-nya dan Sosialisme ditangan kita. jika percaya dengan kata Revolusi itu adalah Mencipta, maka Revolusi itu harus Dipastikan bukan lagi kembali manut dan akhirnya berserah diri pada Revolusi yang dijanjikan. Samarinda 08 Mei 2014 “ coretan ini kupersembahkan sebagai bentuk penghormatanku kepada para kawan djuang, agar semuanya tahu, cita-cita sosialisme tidak pernah mati, dan jiwa-jiwa-nya selalu bergerilya. Untuk kawan-kawan dimanapun berada yang terlibat dalam menyelenggarakan Obor Marsinah sebagai aksi menutut Gelar Pahlawan untuk Marsinah. Semoga saja Sarinah, Marsinah dan mereka semua yang sudah tiada, mampu melihat wajah bangsa Indonesia kini, serta semangat dan cita-cita perjuangan mereka yang tak pernah terhenti didunia meski mereka sudah tiada “.

Tinggalkan komentar